SUARA INDONESIA JEMBER

Panggil Hujan Dengan Ritual, Budayawan Situbondo-Jember: Harus Ada Pakem

Irwan Rakhday - 21 November 2020 | 21:11 - Dibaca 2.73k kali
Budaya Panggil Hujan Dengan Ritual, Budayawan Situbondo-Jember: Harus Ada Pakem
Y. Setiyo Hadi (kiri) dan Halil Budiarto (kanan)

SITUBONDO- Dua budayawan yaitu asal Situbondo dan Jember mengobservasi ritual meminta hujan yang berlangsung pada Sabtu (21/11/2020) sore, di Kampung Selatan, Desa Bantal, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.

Halil Budiarto, budayawan Situbondo menuturkan pentingnya penegasan pakem yang tercatat dalam literatur untuk pelestarian ritual Pojhian Hodo.

"Upacara adat memanggil hujan yang dilakukan turun temurun itu unik. Saya amati ada pergeseran versi karakter penampilannya dari tahun ke tahun. Tampaknya memang dinamis, tapi tentu itu harus dipertegas pakemnya dengan musyawarah adat agar ke depan tidak rancu," kritiknya.

Hal senada ditimpali oleh Y. Setiyo Hadi, budayawan asal Jember. Ritual tersebut perlu dilestarikan dengan pakem yang dapat dipelajari oleh generasi penerusnya.

"Sebagai warisan budaya tak benda, tentu sudah menjadi amanat undang-undang agar tetap lestari. Untuk itu, perlu upaya kongkrit dari pemerintah daerah dalam hal dukungan fasilitas dan semacamnya," ucapnya usai acara ritual.

Rahwiyadi, salah seorang tokoh masyarakat setempat menjelaskan, bahwa ritual Pojhian Hodo adalah rangkaian tarian dan bunyi-bunyian. Dikatakan, tak hanya diyakini dapat memanggil hujan, ritual tersebut juga diyakini bisa menolak bala.

”Rangkaian upacara adat meliputi persembahan sesaji dan hasil bumi warga sekitar. Dibarengi pembacaan doa, kemudian dilanjutkan dengan kidung disertai musik mulut, dan dilanjutkan dengan musik gamelan,” paparnya.

Menurut Rahwi, Pojhian Hodo telah menjadi budaya dan tradisi masyarakat di Dukuh Pariopo sejak bertahun-tahun silam, dan sudah ada sejak nenek moyang saat membuka hutan untuk lahan pertanian.

Ada beberapa titik yang dijadikan lokasi upacara adat di Pariopo sendiri ada sejumlah tempat yang dikeramatkan. Bahkan ada di dusun atau dukuh lain, seperti di Ghunong Emas.

"Di titik-titik itulah digelar upacara adat secara bergiliran, diantaranya, di Ghunong Masali dan Sombher Mata Aeng (sumber mata air, red). Selain itu, selamatan dilaksanakan di Ghunong Bhata, Ghunong Cangkreng, dan Tapa’ Dangdang. Setelah itu baru di beberapa tempat di luar Pariopo, seperti yang dilaksanakan hari ini, di Ghunong Emas, Dukuh Curahmalang, dengan juru kuncinya Mbah Nihari,” jelasnya.(*)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Irwan Rakhday
Editor :

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya