Artikel ini mengandung konten kekerasan eksplisit yang dapat memicu kondisi emosi dan mental pembaca. Kami menyarankan Anda tidak meneruskan membacanya jika mengalami kecemasan dan mempertimbangkan untuk meminta bantuan profesional.
SUARA INDONESIA, JEMBER - JA (24) wanita asal Demak, Jawa Tengah ditemukan tewas bersama janinnya di sebuah kamar kos, Jalan Sumatera, Lingkungan Tegal Boto, Kelurahan/Kecamatan Sumbersari, Jember.
Tewasnya JA, diduga akibat pendarahan parah yang dialami saat melakukan tindakan aborsi (menggugurkan kandungan). Korban melakukan aborsi bersama pacarnya pada saat kandungan berusia 7 bulan.
Tindakan aborsi yang dilakukan oleh JA mahasiswi kampus swasta ternama di Jember bersama pacarnya ternyata telah dilakukan lebih dari sekali. Hal tersebut terungkap usai proses penyelidikan yang dilakukan oleh Satreskrim Polres Jember.
Kapolres Jember AKBP Bayu Pratama Gubunagi mengatakan, korban telah melakukan tindakan aborsi itu sebanyak 3 kali yakni pada April 2023, November 2023 dan terakhir Oktober 2024 yang menyebabkan korban serta janinnya meninggal dunia.
"Jadi ini bukan peristiwa yang pertama kali. Pada bulan April 2023 dan November 2023 korban ini juga pernah mengkonsumsi obat yang sama merek invitec dan sitotec untuk menggugurkan kandungan. Kemudian terakhir pada Jumat, 18 Oktober 2024 kemarin yang akhirnya menyebabkan korban meninggal pada keesokan harinya," kata Bayu, Rabu (23/10/2024).
Atas kejadian tersebut, lanjut Bayu, Polres Jember menetapkan FI (25) warga Kabupaten Situbondo yang merupakan pacar korban sebagai tersangka kasus tindak pidana aborsi.
"Berdasarkan fakta-fakta yang telah kami dapatkan, kami segera melakukan pemeriksaan mendalam, kemudian melakukan gelar perkara dan menetapkan saudara FI usia 25 beralamatkan di Situbondo sebagai tersangka atas tindak pidana aborsi tersebut," jelasnya.
Terkait jenis obat yang digunakan, kata mantan Kapolres Pasuruan itu, korban diketahui meminum obat jenis invitec dan sitotec dengan kandungan misoprostol sebanyak 200 miligram.
"Obat merek invitec ini dijual di apotek, akan tetapi harus dengan resep dokter dan penggunanya harus diawasi ketat oleh dokter, mengingat indikasi maupun kontra indikasi yang disebabkan oleh obat-obatan ini cukup berbahaya," ucapnya.
"Penyebabnya yaitu bisa pendarahan dan lain sebagainya. Sebenarnya obat ini adalah obat untuk, lambung atau untuk mengobati luka di usus, tetapi bisa juga bereaksi terhadap kandungan dan lain sebagainya," sambung Bayu.
Namun demikian, lanjut Bayu, korban dan tersangka mendapatkan obat tersebut dari salah satu apotek di Situbondo dan tanpa menggunakan resep dokter.
"Sejauh ini pelaku ataupun korban tidak menggunakan resep dokter. Yang memberikan pada korban ini adalah pelaku yang membelinya di salah satu apotek di Situbondo," jelasnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Jember AKP Abid Uais Al-Qarni Aziz mengatakan, kasus tersebut bermula saat adanya laporan dari warga sekitar kos korban pada Minggu (19/10/2024) malam sekitar pukul 21.00 WIB terkait penemuan jenazah wanita.
Setelah polisi datang ke lokasi penemuan dan melakukan olah TKP, didapati adanya janin berusia sekitar 7 bulan yang ditutupi selimut disamping tubuh korban.
"Kami datang ke TKP berdasarkan informasi yang dilaporkan pada pukul 21.00 WIB. Setelah kami periksa ternyata korban sudah putus komunikasi dengan keluarga itu pukul 11.00 WIB siang," kata Abid.
"Kemungkinan, waktu kematian korban adalah pukul 10.00 sampai 11.00 WIB dan memang baru ditemukan pada malam harinya setelah ada kecurigaan dari para saksi-saksi," sambungnya.
Abid mengatakan, hubungan korban dan tersangka sejauh ini diduga suami siri. Namun demikian, kata Abid, itu masih dugaan saja dan harus dikonfirmasi kembali kepada pihak-pihak tertentu, antara lain keluarga.
"Namun memang, setelah kami interogasi itu tersangka mengaku telah melakukan nikah siri dengan korban. Tapi ini tidak bisa dipastikan. Nah saat ditemukan korban seorang diri bersama dengan janin. Pelakunya kita amankan di tempat lain setelah kejadian," papar Abid.
Motif tersangka dan korban menggugurkan kandungan, lebih lanjut kata Bayu, adalah karena tidak menginginkan kehadiran bayi tersebut.
"Motif yang kami dapatkan sejauh ini adalah, korban ataupun tersangka, tidak menginginkan adanya kelahiran anak dari korban yang meninggal dunia ini. Namun demikian, ada tekanan dari tersangka pada korban yang mendesak untuk menggugurkan kandungan itu dibuktikan dari percakapan chat antara korban dan tersangka," pungkasnya.
Atas kejadian itu pelaku dijerat dengan Pasal 428 Undang-undang no 17 tahun 2023 tentang kesehatan, juncto pasal 348 KUHP tentang tindak pidana aborsi dengan ancaman maksimal 8 tahun penjara. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Redaksi |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi