SUARA INDONESIA JEMBER

Mengenal Masjid Wapauwe yang Tak Bisa Dijatuhi Daun Serta Dapat Berpindah Secara Ghaib

Redaksi - 12 April 2022 | 12:04 - Dibaca 2.47k kali
Budaya Mengenal Masjid Wapauwe yang Tak Bisa Dijatuhi Daun Serta Dapat Berpindah Secara Ghaib
Masjid Wapawe (Foto: Daily Voyager)
JEMBER- Masjid Wapawe merupakan masjid tertua di Maluku yang sudah berdiri sejak tahun 1414 masehi. Berada di daerah yang memiliki banyak peninggalan purbakala, kawasan tempat ibadah tersebut konon tak bisa dijatuhi daun.

Padahal, letak bangunan tersebut dikelilingi oleh banyak pepohonan mangga. Menurut warga setempat, jika ada daun yang gugur dari pohon-pohon sekitar masjid, tak ada satupun yang berhasil mendarat di atasnya.

Masjid yang dulunya bernama Wawane tersebut tak lepas dari sejarang panjang perkembangan Islam di Maluku Tengah.

Awalnya masjid itu dibangun di lereng gunung Wawane oleh Pernada Jamilu seorang keturunan kesultanan Islam Jailolo dari Maluku Kie Raha atau Maluku Utara. 

Dirinya berada di sana sejak tahun 1400 masehi. Ia melanjutkan syiar ajaran Islam ke lima wilayah yang berada di sekitar lereng Gunung, yakni Aseen, Wawane, Atetu, Tehala dan Nukuhaly yang sebelumnya telah dibawa oleh para mubaligh dari Arab.

Namun pada tahun 1580 pasukan Belanda datang ke Tanah Hitu. Kedatangan itu membawa kerusuhan di lima wilayah tersebut yang masyarakatnya telah menganut ajaran Islam.

Demi menghindari kerusakan yang lebih parah karena gangguan Belanda, Masjid Wawane itu pun dipindahkan ke kampung Tehala yang berjarak enam kilometer sebelah timur Wawane.  

Menurut cerita rakyat yang beredar, awalnya Masjid tersebut masih berada di dataran Tehala, saat masyarakat Tehala, Atetu dan Nukuhaly bergabung dengan Keititu turun ke pesisir pantai. 

Lalu, disuatu pagi, masjid tersebut berpindah secara ghaib ke tengah pemukiman penduduk di daerah Teon Samaiha lengkap dengan segala hal yang melekat pada bangunannya.

Selain itu, masjid yang masih kokoh berdiri itupun juga memiliki Mushaf Al-Qur'an yang ditulis tangan di atas kertas buatan Eropa tanpa iluminasi. Mushaf itu bernama Mushaf Nur Cahya yang selesai ditulis pada tahun 1550 masehi. Mushaf tersebut dianggap tertua setelah mushaf Imam Muhammad Arikulapessy.

Hingga saat ini, masjid tersebut mengalami beberpa kali renovasi dimulai dari tahun 1464 tanpa merubah bentuk aslinya. Lalu pada tahun 1895 mengalami penambahan serambi di bagian timur Masjid.

Setelah masa kemerdekaan masjid tersebut direnovasi sebanyak enam kali. Meski begitu bagian inti dari bangunan tersebut tidak pernah diubah sama sekali, hingga keasliannya masih bisa dinikmati sampai saat ini. (Ree)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Redaksi
Editor : Bahrullah

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya