Dianggap Miliki Dampak Positif, Ternyata Quiet Quitting Juga Bisa Sebabkan Depresi
Redaksi
- 03 September 2022 | 10:09 - Dibaca 1.62k kali
Artikel
Suasana saat bekerja di kantor (Foto: Canva)
JEMBER- Fenomana Quiet Quitting yang saat ini sedang trand terutama pada kalangan pekerja milenial dan Gen Z dianggap memiliki dampak positif dalam pekerjaan.
Salah satu harapan dari penerapan Queit Quitting dalam pekerjaan ialah tercapainya keseimbangan antara dunia kerja dan kehidupan pribadi. Dengan begitu, kesehatan mental pun secara tidak langsung akan terjaga.
Hal tersebut dianggap menjadi jalan keluar bagi para pekerja yang sudah kelelahan di tempat kerja dengan kapasitas beban kerjaan berlebihan tetapi minim aprisiasi dari sesaman hingga atasan.
Dilansir dari laman ALODOKTER, seorang Workaholic atau penggila kerja cenderung memiliki resiko lebih tinggi untuk depresi karena burnout dalam bekerja, bahkan bisa berdampak pula pada kesehatan fisik.
"Saat sibuk bekerja, seorang cenderung mengabaikan pola hidup sehat hingga akhirnya menjadi diabetes, penyakit jantung dan penyakit kronis lainnya," tulis dr Mery Dama Cristy Pene dalam laman ALODOKTER.
Meski begitu, Quiet Quitting yang memiliki efek baik dalam pekerjaan, rupanya juga bisa mendatangkan dampak buruk jika hal tersebut dilakukan tanpa langkah yang cerdas.
Menurut Mery, Quiet Quitting pada dasarnya tidak hanya mengerjakan pekerjaan sesuai dengan tugas yang telah ditetapkan, tetapi juga meksimalkan kinerja saat masih berada dalam jam kerja.
Jika hal tersebut tidak terpenuhi, maka secara tidang langsung Quiet Quitting yang sedang dilakukan akan membawa dampak buruk pada pekerjaan itu sendiri.
Diantaranya ialah kurangnya motivasi untuk belajar hal baru dan meningkatkan kualitas kerja sehingga pekerjaan terasa monoton dan membosankan.
Lebih jauh kemudian, sikap tersebut akhirnya membuat pekerja tidak memiliki tujuan dan tidak mendapatkan kepuasaan saat bekerja.
"Ketika bekerja seadanya, kita cenderung menyepelekan usaha yang kita lakukan. Alhasil tidak bisa menghargai diri sendiri dan kepuasan terhadap bekerjapun akan menurun," lanjutnya.
Lalu, pada tahapan terakhir hal tersebut akan mempengaruhi kinerja yang berimbas pada kemajuaan perusahaan.
Business Insider bahkan menyebutkan bahwa pekerja yang seperti itu berpotensi untuk di Putus Hubungan Kerja (PHK) lebjh cepat dari pada orang lain.
"Jika pasar tenaga kerja berubah, orang-orang yang melakukan Quiet Quitting akan berada di urutan teratas daftar PHK," dikutip dari laman Bisnis.com edisi Senin, (29/8/2022). (Ree)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta |
: Redaksi |
Editor |
: |
Komentar & Reaksi