Sering Dianggap Sama, Ini Perbedaan Syari'ah, Fiqih dan Hukum Islam
Redaksi
- 18 April 2022 | 20:04 - Dibaca 126 kali
Artikel
Ilustrasi (Foto: VectorStock)
JEMBER- Penggunaan istilah dalam banyak hal adalah salah satu cara untuk mempermudah manusia, mengerti juga paham akan sesuatu, begitu pula dalam ajaran Islam.
Dalam ajaran Islam, terdapat istilah Syari'ah, Fiqih juga Hukum Islam yang sering kali dianggap sama. Padahal ketiga kata tersebut memiliki pangertian dan kegunaanya masing-masing.
Dikutip dari buku Ilmu Fiqih Sebuah Pengantar karya Saifuddin Mujtaba, Syari'ah secara bahasa memiliki arti sumber air tempat para binatang berkumpul, atau bisa pula diartikan dengan jalan yang lurus.
Sementara secara istilah Syari'ah ialah segala ketentuan yang ditetapkan olej Allah SWT dan dijelaskan oleh Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, ia terbatas hanya pada firman-firman-Nya serta hadis-hadis Rasulullah.
Adapun ketentuan tersebut berlaku pada semua aspek dalam kehidupan manusia untuk mencapai kebaikkan dunia dan akhirat. Kata syari'ah sendiri dalam Al-Qur'an banyak disebutkan diantaranya ada pada surah Asy-Syura ayat 13 dan 21, Al-Maidah 48, Al-A'raf 162 dan Al-Jatsiyah 18.
Lalu, istilah kedua ialah Fiqih, secara bahasa ia memiliki arti faham atau pemahaman yang benar terhadap apa yang dimaksudkan. Sedangkan secara istilah ialah mengetahui hukum-hukum agama Islam dengan cara berijtihad.
Seiring berkembangnya zaman, pengertian fiqih juga mengalami perkembangan. Pada masa sahabat, ia diartikan sebagai ilmu yang sulit diketahui oleh masyarakat secara umum, karena untuk mengetahuinya diperlukan pemahaman agama yang cukup dalam.
Kemudian, pada abad kedua telah lahir mujtahid agama yang akhirnya mendirikan madzhab yang tersebar ke seluruh umat Islam dan berkembang hungga saat ini.
Pada masa itu, pengertian fiqih dipersempit menjadi cabang pengetahuan yang membahas bidang keagamaan yang bersumber dari Al-Qur'an maupun hadis.
Sementara Hukum Islam secara bahasa berasal dari kata al-hukm yang artinya ketetapan, keputusan, penyelesaian masalah. Kemudian secara istilah ia dapat dihubungkan dengan legalitas formal dalam suatu negara bagi pendapat para ulama.
Dengan kata lain, penggunaan hukum Islam akan terikat pada tempat atau negara. Secara formal ia sudsh dianggap sebagai hukum positif. Seperti contoh hukum pernikahan yang bersumber dari pendapat para mujtahid disahkan secara yuridis sehingga masuk dalam perundang-undangan. (Ree)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta |
: Redaksi |
Editor |
: |
Komentar & Reaksi