SUARA INDONESIA JEMBER

Hukum Utang Piutang Beserta Dalil Yang Menyertainya

Redaksi - 17 February 2022 | 19:02 - Dibaca 121 kali
Khazanah Hukum Utang Piutang Beserta Dalil Yang Menyertainya
Ilustrasi (Foto: Suaraindonesia.co.id)
JEMBER- Utang piutang dalam Ilmu Fiqih ialah memberikan sesuatu pada seseorang dengan perjanjian akan dikambalikan atau dibayar dengan kadar yang sama.

Hal tersebut dalam Al-Qur'an merupakan salah satu cara sesama muslim untuk saling membantu saat saudarnya memiliki kesusahan. Maka, memberi pinjaman utang sama halnya dengan menolong mereka yang membutuhkan.

"Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa. Dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran," QS Al-Maidah 2.

Dalam hadis juga dijelaskan, seorang yang memberikan bantuan dalam bentuk utang pada sesamanya sebanyak dua kali, nilainya sama dengan telah bersedekah satu kali.

"Dari Ibnu Mas'ud, "Sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda, seorang muslim yang mempiutangi seorang muslim dua kali, seolah-olah ia telah bersedekah kepadanya satu kali," HR Ibnu Majjah.

Hukum memberi hutang adalah sunah, akan tetapi pada keadaan tertentu menjadi wajib, seperti saat bertemu dengan orang yang terlantar tanpa sedikitpun uang bersamanya.

Tak bisa dipungkiri pula, perihal utang piutang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sebagai bentuk tolong menolong dalam kebaikkan, karena pada dasaranya tak ada seorangpun yang bisa hidup tanpa ada satu kali pun pertolongan dari saudaranya.

Adapun untuk rukunnya ialah sebagai berikut:
  1. Adanya lafaz yang menerangkan bahwa yang memberi hutan dan yang berhutan telah menyepakati perjanjian mereka. 
  2. Ada yang berpiutan juga yang berutang.
  3. Ada barang yang dihutangkan. segala hal dapat diutangkan termasuk hewan ternak asalkan dibayar dengan kadar yang sama.
Hukum melebihkan bayaran dalam transaksi hutan piutang terbagi menjadi dua, yakni halal dan haram.

Bayaran menjadi halal jika, yang berutang sengaja membayar dengan jumlah lebih dari yang diterimanya saat berhutang tanpa adanya paksaan dari yang memberikan utang tersebut. 

"Dari Abu Huraira ia berkata, 'Rasulullah telah mengutang hewan , kemudian beliau bayar dengan hewan yang lebih tua umurnya dari pada hewan yang beliau utang itu,' dan Rasulullah SAW bersabda, 'Orang yang paling baik di antara kamu ialah orang yang dapat membayar utangnya dengan yang lebih baik," HR Ahamd dan Tirmizii.

Sedangkan jika tambahan bayaran dalam hutang tersebut ditentukan oleh yang memberi hutang, atau telah disepakati sejak awal perjanjian akad utang piutang, maka hukumnya adalah haram, yakni dilarang untuk dilakukan.

Rasulullah SAW dalam hadisnya menyebutkan orang yang mengambil tambahan saat memberikan hutan termasuk dalam jenis riba. 

"Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka itu salah satu dari beberapa macam riba," HR Baihaqi. (Ree)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Redaksi
Editor :

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya