JEMBER- Kelangkaan pupuk bersubsidi, masih menjadi salah satu fenomena yang belum terpecahkan di kalangan petani, begitupula di Kabupaten Jember.
Mahalnya harga pupuk non-subsidi, membuat sejumlah petani nekat untuk mencampur pupuk subsidi yang terbatas, dengan pupuk organik, demi memenuhi kebutuhan.
"Pengakuan dari temen-temen ini, petani kita mencampur dengan pupuk organik," jelas Bupati Jember Hendy Siswanto, saat Sidak ke salah satu kios pupuk di Desa Ajung, Kecamatan Ajung, Kamis (10/3/2022).
Hendy menyebut, hal itu dapat mempengaruhi kualitas hasil panen, terlebih jika tidak dilakukan dengan cara yang benar.
"Tentunya kalau seperti ini akan berpengaruh pada kualitas hasil panennya nanti," kata Hendy.
Untuk itu, pihaknya akan melakukan kajian lebih lanjut dan meminta agar menejemen penyaluran pupuk dapat diperbaiki dan diperjelas, dari hulu hingga hilir.
"Kami akan kaji lebih lanjut, jadi manajemen pendistribusian pupuk dari hulu ke hilir, harus benar-benar clear," lanjutnya.
Dikonfirmasi secara terpisah Ketua Asosiasi Petani Pangan Indonesia (APPI) Jawa Timur Jumantoro mengaku, sangat miris dengan adanya kondisi tersebut.
"Iya begitulah pada akhirnya, itu sangat tidak boleh. Karena kandungannya akan rusak," katanya, saat dikonfirmasi melalui telpon.
Dirinya menilai, tingginya harga pupuk non-subsidi memang seolah menjadi peluang bagi oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, untuk menutupi kebutuhan petani dengan pupuk abal-abal.
"Ini kemudian menjadi peluang bagi yang tidak bertanggungjawab, menyediakan pupuk abal-abal. Nah, petani yang tidak punya uang akan mencari jalan pintas dengan membeli pupuk abal-abal," ujarnya.
Dirinya membeberkan, kelangkaan pupuk yang masih terjadi, salah satunya disebabkan oleh data e-RDKK yang tidak kongkrit, sebab masih ada sejumlah petani yang tidak masuk dalam daftar tersebut.
"Ada petani yang masih belum masuk di e-RDKK. Kalau begini, kelompok taninya juga harus diberdayakan dengan baik," tandasnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Wildan Mukhlishah Sy |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi