SUARA INDONESIA JEMBER

Ustaz Abdul Somad: Ghibah yang Dibolehkan Dalam Islam

Redaksi - 22 April 2022 | 14:04 - Dibaca 142 kali
Khazanah Ustaz Abdul Somad: Ghibah yang Dibolehkan Dalam Islam
Ustaz Abdul Somad (Foto: Tangkapan Layar Kanal YouTube Ustadz Abdul Somad Official)
JEMBER- Ghibah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti kegiatan membicarakan keburukukan (aib) orang lain atau bergunjing. Hal itu merupakan salah satu dari larangan Allah SWT yang jika dilakukan akan mendatangkan dosa karenanya harus dihindari oleh umat Islam.

Dalam firman-Nya Allah dengan tegas mengungkapkan, bahwa orang-orang yang suka ghibah akan mendapat balasan baik di dunia maupun akhirat.

"Siapapun gemar menceritakan dan menyebarluaskan kejelekan saudara muslim kepada orang lain diancam dengan siksaan yang pedih di dunia dan di akhirat," QS An-Nur 19.

Dan Dia juga mengumpamakan orang-orang yang melakukan ghibah sama seperti memakan bangkai dari saudaranya sendiri, yakni sesama manusia.

"Wahai orang-orang beriman jauhilah banyaknya prasangka seseungguhnya sebagian prasangka itu dosa, janganlah kalian mencari-cari kesalahan, jangan menggunjing sebagian terhadap sebagian, apakah engkau senang jika makan bangkai daging saudaranya? Maka kalian membecinya maka takutlah kepada Allah sesungguhnya Allah menerima taubat dan Maha Penyayang," Al-Hujurat 12.


Selain itu, ghibah juga sering kali menjeremuskan seseorang pada dosa fitnah, jika apa yang dibicarakan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Dan ia mendektkan pula pada iri serta dengki.

Meski begitu, menurut ustaz Abdul Somad, ada tiga perkara ghibah yang diperbolehkan, sehingga ia tidak mendatangkan keburukan, sebaliknya akan membawa pada kemaslahatan umat.

"Tiga yang dibolehkan dalam ghibah," ungkapnya dalam kanal YouTube Dakwah Islam Shorts.

Perkara pertama ialah, ketika seseorang dipanggil oleh hakim untuk menjadi saksi dari sebuah perkara yang sedang dipersidangkan. Dalam hal tersebut seorang saksi haru bercerita secara jujur tentang apa-apa yang dia ketahui terkait permasalahan dalam persidangan.

"Boleh bercerita aib orang sebagai saksi pengadilan," lanjutnya.

Kedua, ketika seseorang berada dalam kebutaan hukum dan ia ingin menanyakannya pada seorang ahli hukum atau ustaz. Saat itu, ia harus menceritakan perkara aib tersebut dengan gamblang, agar para ahli atau ustaz yang menjawabnya dapat memberikan pandangan hukum yang tepat sesuai dengan permasalahannya.

"Maka utarakan permasalahannya untuk meminta jawaban hukum," imbuhnya.

Dan yang ketiga, ialah saat menunjukkan kebatilan guna mencegah orang lain terjebak dalam muslihat atau keburukan seseorang.

"Itu bukan ghibah, itu kita sedang menyelamatkan umat dari kejahatan dia," tandasnya. (Ree)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Redaksi
Editor :

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya