JEMBER - Salah seorang Pria bernama Sukra (50) warga Dusun Gumukserayu, Desa Randuagung, Kecamatan Sumberjambe, Kabupaten Jember, menyampaikan protes pelayanan kesehatan di Puskesmas setempat.
Pasalnya, saat istrinya Muna (40) sedang menjalani layanan kesehatan persalinan bayinya yang kelima di Puskesmas Sumberjambe harus membayar biaya persalinan.
Padahal keluarga Sukra sudah mempunya Kartu BPJS kesehatan/Kartu Indonesia Sehat (KIS), namun tidak bisa digunakan sebagimana semestinya.
Dari informasi yang disampaikan pihak administrasi di Puskesmas Sumberjambe, kata Sukra, istrinya tidak pernah melakukan pemeriksaan kesehatan saat proses kehamilan selama kurang lebih 9 bulan.
Akibatnya, lanjut Sukra, saat dilakukan klaim kesehatan menggunakan kartu KIS/ BPJS Kesehatan yang dimiliki tidak bisa diklaimkan.
“Saya memang dari anak pertama sampai keempat, tidak pernah melakukan persalinan ke dokter ataupun puskesmas. Selama ini hanya di dukun bayi, dan Alhamdulillah anak-anak saya sehat semua. Tapi karena manut (mengikuti, red) aturan pemerintah, maksud saya proses kelahiran di puskesmas. Tapi giliran ikut aturan malah ada kendala ini,” kata Sukra saat dikonfirmasi di Gedung DPRD Jember, Rabu (4/1/2023).
Sukra juga menegaskan, jika seluruh keluarganya juga sudah tercatat sebagai kepesertaan KISS/BPJS Kesehatan.
“Saat anak saya sakit, saya pakai BPJS. Semuanya bisa dilayani dan gratis. Tapi giliran anak kelima saya lahir, disampaikan pihak admin puskesmas tidak bisa gratis. Alasannya, karena tidak punya buku kesehatan ibu dan anak (KIA). Karena saya selama ini tidak pernah periksakan kehamilan istri. Sehingga saya harus bayar pribadi Rp 1.140.000 ke puskesmas,” ungkapnya.
Terkait alasan tidak pernah memeriksakan kehamilan istrinya ke puskesmas ataupun bidan setempat, Sukra beralasan, karena kehamilan istrinya tidak pernah diketahui oleh dirinya, bahkan oleh istrinya sendiri.
“Jadi cerita awalnya, saya sendiri bahkan istri saya tidak tahu jika sedang hamil. Saya sendiri saat pamit kerja ke Bali, istri saya tidak merasa hamil. Baru kemudian saat saya di Bali, istri mengabari jika hamil karena merasa sakit. Saya langsung pulang, mengaku nyeri di perut. Saya periksa lah kok malah mau lahiran,” jelasnya.
“Karena itu, akhirnya diambil tindakan persalinan. Alhamdulillah lahir normal dengan bobot bayi kurang lebih 3 Kg. Istri saya ngaku juga tidak pernah merasa hamil, bahkan beberapa kali bantu hajatan tetangga ya tidak merasa capek atau mengeluh sakit perut. Perutnya tidak tampak kayak hamil, hanya terlihat besar biasa karena fisiknya istri agak besar,” sambungnya menjelaskan.
Terkait persalinan yang tidak bisa menggunakan BPJS dan harus mengeluarkan biaya sendiri, lebih lanjut Sukra menyampaikan, terjadi sekitar 9 November 2022 lalu.
“Saya mencari informasi kenapa kok tidak bisa diklaim pakai BPJS. Tapi yang ada saya malah selalu disalah-salahkan oleh pihak puskesmas. Ada yang ganjal (aneh), dari proses persalinan istri saya. Bahkan saya tidak terima saat disalah-salahkan oleh oknum Bidan wilayah setempat dikira saya bohong soal kehamilan istri. Saya tidak terima! Karena memang saya dan istri tidak tahu soal kehamilan ini. Apalagi yang aneh biaya persalinan besar, masih disuruh beli obat sendiri Rp 200 ribu di apotek di luar puskesmas. Lah di puskesmasnya tidak ada apotek. Jadi tambah aneh,” ujarnya.
“Bagi kita, dengan biaya persalinan segitu. Tentu berat, apalagi saya ikut BPJS tapi malah tidak bisa dipakai. Ini maksudnya apa,” imbuhnya.
Terkait persoalan itu pun, karena merasa tidak mendapat solusi, Sukra mengeluhkan persoalannya ke DPRD Jember.
Sukra menemui dua orang anggota Komisi D DPRD Jember, yang membidangi dan mitra dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Jember yaitu Gembong Konsul Alam dan Achmad Dafir.
“Kita menerima informasi dari masyarakat, ketika ada masyarakat yang tidak mendapat pelayanan kesehatan, ataupun membeda-bedakan layanan. Ini menjadi perhatian kami. Alasan persyaratan tidak lengkap, apalagi dengan alasan tidak punya buku (KIA) itu. Maka kami perlu tahu informasi detailnya,” kata Anggota Komisi D DPRD Jember Achmad Dhafir Syah saat dikonfirmasi di sela menerima keluhan Sukra.
“Untuk informasi lebih jelasnya, kami akan melakukan hearing (rapat dengar pendapat) dengan 50 kepala puskesmas di Jember, dan juga dari Dinkes Jember Jumat 6 Januari besok. Kita akan coba klarifikasi. Karena khawatir kejadian serupa juga terjadi di puskesmas lainnya,” kata legislator dari PKS ini.
Terpisah, Kepala Puskesmas Sumberjambe dr. Sukron Nanda Firmansyah saat dikonfirmasi membenarkan adanya pembayaran biaya persalinan yang dilakukan oleh Sukra.
“Intinya kami tidak pernah menolak pelayanan, siapapun pasien kita selalu terima. Jadi mau ada BPJS, non BPJS pasti kita layani dulu. Tidak ada ceritanya kita minta bayar di muka,” kata dokter Sukron saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
“Kemudian kalau masalah klaim-klaiman (pembayaran biaya persalinan pribadi), itu kemarin sudah kami komunikasikan apakah pasien ini sudah memenuhi syarat untuk di klaim BPJS,” sambungnya menjelaskan.
Menurut dokter Sukron, pihaknya tidak mengambil keputusan sepihak.
“Iya, untuk biayanya memang segitu. Karena memang tidak ada buku KIA nya, tidak pernah periksa sama sekali. Kondisinya datang, sudah mau melahirkan. Tapi tidak ada riwayat pemeriksaan sebelumnya,” ulasnya.
Namun demikian, kata dokter Sukron, pihaknya saat ini masih akan melakukan diskusi secara internal.
“Ini saya juga diskusikan juga dengan teman-teman. Karena setiap ada masalah, langsung kami rapatkan. Tapi sebelumnya memang tidak ada pemeriksaan itu,” pungkasnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Muhamad Hatta |
Editor | : Bahrullah |
Komentar & Reaksi