JEMBER - Bergulirnya wacana pembekuan perguruan silat oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember yang terlontar oleh Wakil Bupati Firjaun, menuai tanggapan serius dari beberapa tokoh penting Nahdlatul Ulama (NU) di Kabupaten Jember.
Seperti yang disampaikan Lora Abdul Majid atau Gus Majid salah seorang tokoh ulama uda Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Desa Sumberwringin, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
"Keberadaan pencak silat yang juga latihannya ada di dalam pondok pesantren NU di Jember saat ini, memiliki kontribusi besar pada pesantren. Sehingga kami minta pada DPRD dan Bupati Jember mempertimbangkan ini baik-baik sebelum wacana pembekuan menjadi kebijakan paten. Kami minta Bupati Jember untuk lebih bijak," katanya pada media, Kamis (2/5/2021).
Cucu tokoh penting NU, KH Khotib Umar ini menegaskan, jangan karena ada gesekan antar pemuda yang kebetulan belajar bela diri di salah salah satu organisasi pencak silat, kemudian semua akan diberangus dengan dalih agar tidak terulang kembali.
"Ibarat pesantren, di luar pondok santrinya melakukan sebuah kesalahan, kemudian terkesan digeneralisir pondok juga disalahkan. Padahal, kenyataannya pesantren tidak pernah mengajarkan perbuatan buruk," imbuhnya.
Lebih lanjut, Sekertaris Persibiru (Persatuan Bela Diri Raudhatul Ulum) ini menyatakan, selama ini ajaran PSHT yang ia ketahui mengajarkan manusia agar berbudi luhur, tau benar tau salah.
"Kami sudah menyelami lebih dalam. Semua perguruan silat baik. Makanya di pesantren kami pesilat tumbuh subur. Dan itu menjadi penyemangat para santri," akui dia.
Menurut Lora Majid, jika ada anggota PSHT melakukan sebuah kesalahan, itu bukan ajaran organisasinya, namun itu merupakan perbuatan oknum.
"Ditempat kami itu latihan bersama Pagar Nusa, Tapak Suci dan PSHT. Mereka tetap bersaudara dan tidak pernah terjadi pergesekan. Nah, ini semakin menegaskan kalau itu ulah oknum," sebutnya.
Dia kembali menegaskan, sampai saat ini di pesantrennya latihan bela diri PSHT di Ponpes Raudhatul Ulum sangat memberikan dampak positif pada pesantren.
"Sebelum di Ponpes ada PSHT santri-santri sering diganggu dan diintimidasi preman-preman kampung, bahkan pernah ada kejadian pengeroyokan terhadap santri," sambungnya.
Namun, seiring berjalannya waktu kata Gus Majid, setelah adanya PSHT, alhamdulillah saat ini santri sudah aman dan tidak ada lagi gangguan dari preman preman kampung.
"Adanya latihan PSHT dan perguruan lain di pesantren juga telah membentuk mental dan kedisiplinan santri. Mereka juga sudah memiliki mental yang kuat," ungkapnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Bahrullah |
Editor | : Nanang Habibi |
Komentar & Reaksi