JEMBER — Rektor UIN Kyai Haji Achmad Siddiq Jember, Babun Suharto mengajak masyarakat untuk membiasakan berpikir komprehensif, dan tidak berkeping-keping.
Cara berpikir yang utuh dan tidak parsial, menurut Babun, merupakan langkah awal untuk memahami konteks suatu masalah secara mendalam.
Hal itu disampaikan Babun saat memberikan komentar terkait pemberitaan yang sedang viral di media sosial.
Kabar tersebut, terkait dengan pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang disampaikan saat kunjungan kerjanya di Pekanbaru saat ditanya wartawan tentang Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
“Kabar Menteri Agama membandingkan suara adzan dengan suara anjing menurut saya sangat tidak tepat. Itu karena pemahaman yang tidak lengkap,” ungkap Babun, Jumat (25/2) kemarin.
Babun mengatakan, pernyataan Gus Men tentang Surat Edaran nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan TOA di Masjid dan Mushalla yang disampaikan saat kunjungan kerja di Pekanbaru, tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing.
“Setelah saya pelajari dan saya perhatikan kalimatnya, Gus Men tidak membandingkan suara adzan dengan suara anjing. Dalam konteks itu, Menteri Agama mencontohkan pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,” kata Babun.
Terkait hal ini, Babun meminta masyarakat tidak terjebak dalam pemahaman negatif yang dibangun di atas kecurigaan. Menurutnya, persoalan itu perlu dilihat secara jelas dan tidak dibungkus oleh kepentingan tertentu.
“Kita sangat membutuhkan pemahaman yang komprehensif, tidak parsial, termasuk dalam memahami pernyataan Gus Men. Harus dibaca secara keseluruhan agar tidak menyesatkan dan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Lain halnya, jika metode membaca tidak komprehensif, maka akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda,” bebernya.
Babun menambahkan, dalam memahami sesuatu harus dilandasi dengan berpikir positif. Menurutnya, jika pemahaman negatif tertanam, maka hasilnya akan negatif. Karena itu, Babun Suharto mengajak masyarakat untuk mengutamakan husnudhon dalam cara berpikir dan memahami masalah.
“Oleh karena itu, dalam memahami sesuatu harus diperdalam dan dilihat konteksnya juga. Pemahaman yang komprehensif dan positif akan mengarah pada kedalaman berpikir dan dapat meminimalkan kebisingan. Akhirnya tidak mudah melahirkan berita yang menyesatkan,” pungkasnya. (Ali Wafi)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Redaksi |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi